Napang Nahotom, Ungkapan Syukur dalam Budaya Dayak Tahol

Lensantara, Malinau : Atraksi budaya Napang Nahotom yang ditampilkan etnis Dayak Tahol pada hari ketujuh Festival Budaya Irau ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, Senin (13/10/2025), menjadi refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta. Tradisi yang dikenal juga sebagai pesta panen itu menegaskan nilai keseimbangan hidup dalam kearifan lokal masyarakat Tahol.

‎Ritual dimulai dengan pembakaran tongos, sejenis dupa yang melambangkan doa dan rasa syukur atas hasil bumi. “Kami memohon kepada Sang Pencipta agar tanah tetap subur dan tidak rusak. Kalau manusia serakah, alam bisa membalas,” tutur Robert BK, pengurus adat dan pakar budaya Dayak Tahol yang memimpin prosesi tersebut.

‎Dalam upacara itu, kain dalam beberapa warna menjadi simbol spiritual. Kain putih menandakan ketulusan hati saat memanjatkan doa, sementara emas melambangkan keteguhan manusia dalam menjaga nilai hidup. “Walau dibakar, emas tetap emas. Artinya, kita harus kuat dan tidak berubah meski menghadapi kesulitan,” ujar Robert menjelaskan filosofi leluhur mereka.

‎Unsur kelapa juga hadir sebagai lambang kebijaksanaan pemimpin. Menurut Robert, tempurung kelapa mencerminkan siklus kehidupan yang alami dan bertanggung jawab. “Kelapa tumbuh, jatuh, dan tumbuh lagi. Pemimpin pun harus turun langsung melihat rakyatnya, tidak hanya duduk menunggu laporan,” ungkapnya.

‎Selain doa dan simbol, ritual juga diiringi makanan khas seperti tambah, telabang, dan tapai. Semua disajikan sebagai tanda syukur atas rezeki panen. “Dulu setiap acara adat selalu disertai tapai. Sekarang kami tampilkan lagi agar generasi muda ingat asal budayanya,” katanya.

‎Bagi masyarakat Tahol, menjaga tradisi merupakan bentuk pengingat agar manusia tidak kehilangan keseimbangan dengan alam. “Kalau budaya hilang, kita kehilangan jati diri. Leluhur kami selalu mengajarkan, manusia harus selaras dengan alam dan sesamanya,” tegas Robert.

‎Ia menutup penjelasan dengan pesan moral bahwa ajaran leluhur Dayak Tahol telah memuat nilai-nilai universal yang sejalan dengan etika kemanusiaan modern. “Sebelum mengenal negara atau agama, kami sudah diajarkan jangan mencuri, jangan membunuh, jangan serakah. Itulah dasar hidup kami sejak dahulu,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *