Lensantara, Malinau : Festival Irau ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau pada hari keempat menghadirkan prosesi adat Ufah Suku Dayak Kayan, Jumat (10/10/2025). Ritual ini sarat pesan moral tentang penghormatan leluhur dan pembinaan generasi penerus.
Rangkaian dimulai dengan melah, tanda penerimaan tamu agung sebagai saudara. Dalam prosesi ini, gelang manik diikatkan sambil dibacakan doa agar tamu selalu diberkati kesehatan dan keselamatan.
Simbol-simbol adat seperti pisau dan air digunakan sebagai perlambang kekuatan dan perlindungan. Bupati Malinau, Wempi W Mawa, diarahkan untuk memotong rotan, yang dimaknai sebagai seorang pemimpin yang membuka jalan meski menghadapi rintangan.
Kehadiran para pemimpin daerah diiringi tarian khas dengan alunan musik tradisional sampe dan tufung, menegaskan kebersamaan dalam menjaga warisan budaya. Ketua Umum Persekutuan Suku Dayak Kayan, Ping Ding, menekankan bahwa makna utama dari prosesi menunjukan kekayaan budaya.
“Inilah kekayaan budaya Kayan yang diwariskan leluhur, menjadi pengikat jati diri sekaligus pesan moral bagi generasi muda,” ujarnya. Puncak atraksi adalah pemberkatan anak dalam upacara Ufah.
Para tetua adat membacakan doa dan berbagi nasihat agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, sementara orang tua diminta mendampingi hingga dewasa. Darah ayam jantan digunakan sebagai simbol penyucian, menegaskan hubungan manusia dengan alam dan leluhur.
Setelah prosesi, suasana berubah meriah dengan tarian-tarian tradisional massal. “Tradisi ini memperlihatkan warisan budaya dan juga mempersatukan masyarakat Malinau dalam kebersamaan,” ungkap Bupati Malinau.
Ritual adat Kayan dalam Festival Irau memperlihatkan bahwa kebudayaan sebagai warisan leluhur tetap menjadi penguatan identitas etnis Kayan di masa kini.
Upacara Ufah Kayan di Festival Irau, Sarat Pesan Moral
