Lensantara, Malinau: Upacara adat Ufah merupakan salah satu tradisi sakral masyarakat Dayak Kayan yang diwariskan sejak zaman nenek moyang. Tradisi ini dahulu dilaksanakan ketika Suku Dayak Kayan masih menganut kepercayaan terhadap Dewa Bungan Malan.
Hingga kini, upacara tersebut tetap dijaga sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya yang bernilai luhur. Ufah adalah upacara pemberkatan khusus bagi anak laki-laki berusia antara enam bulan hingga satu tahun.
Upacara ini dipandang sebagai bentuk perlindungan ilahi sekaligus penyiapan anak agar kelak tumbuh menjadi sosok pemimpin yang kuat, tegar, dan berwibawa. Dalam prosesi, anak dipercikkan dengan air telang keliman oleh tetua adat atau pemimpin Ufah.
Percikan air tersebut melambangkan berkat perlindungan Dewa Bungan Malan agar sang anak tumbuh sehat, selamat, dan dijauhkan dari mara bahaya hingga dewasa. Sebelum Ufah dimulai, masyarakat Dayak Kayan wajib mendirikan Bakin Kelikah, sebuah tombak pusaka yang melambangkan restu leluhur.
Bakin Kelikah terbuat dari besi keluh dengan tiang kayu Merang atau Gare berukuran empat meter. Selama upacara berlangsung, tidak ada seorang pun yang diperkenankan merobohkannya.
Apabila Bakin Kelikah sudah direbahkan, maka prosesi adat dianggap selesai. Keberadaan simbol ini menegaskan bahwa setiap pelaksanaan adat Kayan selalu berpijak pada ikatan sakral dengan leluhur.
Upacara Ufah juga menampilkan Hudoq Aruq, topeng sakral yang dipercaya sebagai penjelmaan dewa dari alam kahyangan. Kehadiran Hudoq Aruq diyakini membawa misi perdamaian, kesuburan, kesejahteraan, dan perlindungan dari penyakit bagi masyarakat.
Hudoq selalu diiringi dengan tarian Hifan Sau yang dimainkan laki-laki serta Hifan Jat Alat yang dimainkan perempuan. Hantakan kaki berbeda antara kedua tarian tersebut melambangkan rasa syukur atas kehidupan yang damai dan sejahtera.
Pada pelaksanaan Ufah, ibu-ibu membawa anak mereka ke pondok Ufah. Satu per satu, anak dipanggil untuk menerima tabisan berupa percikan air telang keliman oleh tetua adat yang telah ditunjuk.
Pimpinan upacara biasanya seorang kakek yang memiliki pengalaman dan keberanian dalam medan pertempuran, simbol kepemimpinan sejati. Setelah pemberkatan, tetua adat akan menyampaikan petuah kepada para ibu.
Petuah bisanya bermuatan pesan agar mendidik anak mereka dengan sungguh-sungguh hingga dewasa, sehingga kelak menjadi pemimpin yang mampu memegang teguh nilai-nilai kebenaran dan keberanian.
Atraksi seperti tabuhan gong, musik sampe, tarian perang, hingga nyanyian adat menjadikan prosesi ini juga sarat nilai seni. Pada pelaksanaan tahun 2025 dalam rangka HUT Kabupaten Malinau ke-26 dan Irau ke-11, masyarakat Kayan menampilkan Ufah sebagai bukti komitmen melestarikan budaya leluhur.
Upacara adat Ufah adalah simbol kuat dari filosofi hidup Dayak Kayan: membimbing generasi sejak dini agar kelak menjadi pemimpin yang berkarakter. Dengan simbol sakral seperti Bakin Kelikah dan kehadiran Hudoq Aruq, prosesi ini menjadi warisan budaya yang masih relevan untuk memperkuat identitas etnis Kayan di tengah perkembangan zaman.
Mengenal Ufah, Upacara Pemberkatan Anak dalam Tradisi Kayan Masa Lampau
