Etnis Kenyah Tampilkan Ritual Perjanjian Damai, Meliwa, di Panggung Irau

Lensantara, Malinau : Upacara adat Meliwa menjadi atraksi sakral yang ditampilkan masyarakat adat Dayak Kenyah pada Festival Budaya dua tahunan, Irau ke-11 dan HUT ke-26 Kabupaten Malinau, Sabtu (11/10/2025).

‎Upacara ini menggambarkan tradisi penyucian dan perjanjian damai antar sub-suku yang telah diwariskan turun-temurun sebagai simbol rekonsiliasi dan penghentian permusuhan.

‎Karena melibatkan perjanjian damai antara sub suku, prosesi ini telah mendapat persetujuan dari 11 ketua sub suku Dayak Kenyah dan dukungan penuh masyarakat adat.

‎Koordinator upacara adat Meliwa, Padan Impung, menjelaskan bahwa ritual ini memiliki makna mendalam sebagai momentum penyucian diri dan penyatuan kembali hubungan antar sub suku yang pernah berseteru.

‎“Meliwa ini sebenarnya kondisi yang wajib ditaati dan sakral adanya. Ia menandai perjanjian damai, sehingga siapa yang melanggar akan menanggung akibatnya sendiri,” terangnya.

‎Dalam pelaksanaan aslinya, darah hewan persembahan digunakan sebagai simbol pembersihan diri dari kesalahan masa lalu dan pembaruan komitmen untuk hidup damai. Namun pada pementasan di Irau, darah binatang hanya dioleskan sebagai bentuk simbolis.

‎“Dulu darah hewan itu diminum sebagai tanda sumpah damai, tapi sekarang cukup dioleskan saja, karena ini bentuk penggambaran untuk menghormati nilai leluhur,” tambah Padan Impung.

‎Upacara Meliwa menggambarkan suasana ketika permusuhan tengah memuncak, lalu muncul suara bijak dari tokoh sakral yang memerintahkan penghentian pertikaian dan menyerukan perdamaian.

‎Meski sebagian masih menyimpan luka, tradisi ini menjadi pengikat moral agar tidak ada lagi konflik antar sub suku. Ketua Lembaga Adat Dayak Kenyah (LADK) Kabupaten Malinau, Emang Mering, mengatakan bahwa Meliwa menjadi penegasan bagi masyarakat adat agar tetap menjaga persatuan di tengah keberagaman.

‎“Ritual ini mengajarkan bahwa setinggi apa pun perbedaan, perdamaian tetap harus dijaga. Siapa pun yang melanggar kesepakatan, akan menanggung akibat adatnya sendiri,” ujarnya.

‎Atraksi Meliwa di Irau ke-11 menjadi tontonan budaya juga pengingat nilai-nilai leluhur tentang arti kedamaian, penghormatan, dan persaudaraan di tengah masyarakat Dayak Kenyah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *